Ekonomi Digital


Keputusan untuk meluncurkan bisnis baru di Internet mungkin karena berbagai alasan, mulai dari memanfaatkan peluang yang ada hingga mencari keuntungan tercepat, hingga Indonesia yang modis atau banyak bicara (Ghosh, 1998). Terlepas dari latar belakang yang berbeda tersebut, pelaku atau praktisi ekonomi harus terlebih dahulu memahami karakteristik lingkungan persaingan, yang oleh beberapa ahli disebut ekonomi digital, agar dapat berhasil memulai dan mengembangkan kegiatan yang baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Evans, 1997). .

Memahami ekonomi digital sebagai lingkungan makro ekonomi dunia maya (dalam hal ini internet sebagai media utama interaksi) tidak semudah membaca konsep atau teori dari berbagai bahan referensi, namun selain itu, ini dia tantangan untuk mendekati mentalitas perubahan tradisional yang terkait dengannya.

Don Tapscott dengan jelas mendefinisikan dua belas karakteristik dasar ekonomi digital, yang pada prinsipnya menunjukkan dua belas prinsip dan pergeseran paradigma yang telah terjadi dalam perekonomian (Tapscott, 1996).
Dua belas aspek tersebut adalah pengetahuan, digitalisasi, virtualisasi, molekulerisasi, integrasi, disintermediasi, integrasi, inovasi, produksi, kedekatan, globalisasi, dan ketidakharmonisan. Peter Finger secara menarik mengajukan teori lain tentang karakteristik perusahaan di Internet, berdasarkan 18 aturan bisnis di dunia maya. Belajar melakukan hal ini mutlak diperlukan dan harus dilakukan terlebih dahulu oleh mereka yang ingin mengambil resiko di dunia maya. Karena tanpa itu, yang terjadi hanyalah buang-buang waktu. Seorang konsultan IT bercanda bahwa “organisasi lama ditambah teknologi informasi sama dengan organisasi tua yang mahal”. Alasan utama mengapa dipahami dengan baik adalah bahwa ada banyak prinsip yang sepenuhnya bertentangan dengan hukum ekonomi yang dikenal. Karena karakteristik ini, praktisi bisnis juga melihat peluang yang dapat digunakan untuk menjalankan bisnis secara efektif (Tapscott, 1998).